Tetap Semangat dalam Berbuat Baik

Suatu hari, ada seorang bapak dan anaknya sedang melakukan sebuah perjalanan menuju suatu tempat. Berangkatlah mereka dengan mempersiapkan bekal secukupnya dan dalam perjalanan tersebut Bapak dan anaknya menumpangi seekor keledai.

 Tibalah dalam sebuah perkampungan, sang bapak dan anaknya menaiki keledai secara bersamaan. Namun, tiba-tiba terdengarlah obrolan orang-orang yang melihat mereka sedang menaiki keledai.

 “Duh, ngga kasihan ya... masa keledai itu dinaiki sama anak dan bapaknya,” ungkap salah seorang warga yang melihat mereka berdua menaiki keledai.

 “Ya, menurut saya harusnya salah satu dari mereka ada yang turun,” sahut yang lainnya.

 Mendengar obrolan dari orang-orang yang melihat mereka berdua menaiki keledai. Sang Ayah berdiskusi dengan anaknya.

 “Nak, sekarang coba kamu saja yang naik keledai, ayah jalan kaki ya,” ungkap ayahnya. “Baik Ayah kalau begitu maaf aku naik keledai  ini,” jawab anaknya.

 Mereka pun kembali melanjutkan perjalanannya. Pada saat perjalanan, mereka berpapasan dengan sekelompok orang lalu mereka pun membicarakan anak dan bapaknya yang sedang melakukan perjalanan dan pembicaraan mereka terdengar oleh anak dan bapaknya tersebut.

 “Duh coba lihat, anaknya naik keledai sedangkan bapaknya berjalan menuntun keledai, rasanya anak itu tidak ada kesopanan terhadap bapaknya,” ungkap salah seorang warga.

 “Betul, seharusnya anaknya yang berjalan kaki menuntun keledai, bapaknya yang naik keledai,” jawab warga lainnya.

 Mendengar obrolan sekelompok orang yang melihat perjalanan mereka. Kemudian anak dan bapaknya tersebut berdiskusi kembali. Dari hasil diskusinya disepakati untuk selanjutnya bapaknya yang naik keledai dan anaknya berjalan kaki.

 Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan kemudian dalam perjalanan mereka pun kembali berpapasan dengan sekelompok orang. Lalu, sekelompok orang tersebut saling melempar pertanyaan.

 “Masa ada anaknya disuruh berjalan kaki menuntun keledai, sedangkan bapaknya naik keledai, apa ngga kasihan sama anaknya?” ungkap salah seroang yang melihat perjalanan anak dan bapaknya itu.

 “Ya, betul harusnya anaknya yang naik keledai sedangkan ayahnya jalan kaki,” jawab salah seorang yang juga ikut berkomentar.

 Mendengar obrolan orang-orang tadi, anak dan bapaknya pun kembali berdiskusi menyikapi obrolan orang-orang yang melihat mereka. Akhirnya, sang anak dan bapaknya sepakat untuk tidak menaiki keledai. Mereka berjalan kaki sambil menuntun keledai bersama-sama.

 Kemudian mereka pun melanjutkan perjalanan dengan menuntun keledai bersama-sama. Pada saat perjalanan itu, mereka pun kembali berpapasan dengan beberapa orang. Lalu, beberpa orang yang melihat anak dan bapaknya yang menuntun keledai saling berceloteh. “Kenapa mereka tidak menaiki keledai itu?” salah seorang bertanya. “Ya.... kan jalan kaki lumayan cape......” imbuh temannya.

 Mendengar obrolan orang-orang yang melihat anak dan bapaknya yang menuntun keledainya. Akhirnya sang ayah mengajak anaknya untuk menepi ke pinggir ajalan sebentar kepada anaknya.

 “Nak, dari perjalanan yang kita lakukan saat ini, adakah pelajaran yang bisa kita ambil?” sang ayah bertanya pada anaknya.

 Sang anak berdiam kemudian menjawab, “Baik ayah, kiranya mohon penjelasan dari ayah agar saya bisa memetik pelajaran dari perjalanan ini.”

 “Nak, terkadang apa yang kita lakukan termasuk dalam berbuat baik pastinya tidak akan luput dari komentar dari orang lain. Maka kuncinya adalah kita harus tetap optimis dalam melakukan perbuatan baik itu,” ungkap ayahnya.

 “Nah, alangkah baiknya dalam menyikapi sesuatu kita harus mengedapankan husnuzan (berbaik sangka) dan hindari Suuzan (prasangka jelek). Agar hati kita terpelihara dari sifat-sifat jelek dan menganggap orang lain selalu salah,” tambah ayahnya.

 Mendengar perkataan ayahnya, anaknya mengangguk sebagai ciri bahwa anaknya itu mengerti pesan yang disampaikan ayahnya.

 Dari cerita tersebut, ada pesan yang menarik untuk kita ambil dalam kehidupan kita sehari-hari. Setiap apa yang kita lakukan termasuk dalam berbuat baik tak luput dari komentar dari orang lain. Adakalanya komentar itu bernada positif dan ada pula yang bernada negatif.

 Menyikapi hal itu, maka kita kedepankan adalah sikap optimis dalam menjalankan kebaikan tersebut. Jangan sampai, komentar yang “bernada negatif” dapat melemahkan motivasi kita dalam merintis dan melakukan sesuatu.

 Contohnya, misalnya kita sedang merintis usaha, kita mendengar obrolan yang bernada negatif maka obrolan itu kita jadikan amunisi untuk tetap optimis. Jangan sampai obrolan “bernada negatif” meruntuhkan motivasi kita untuk menggapai kesuksesan.

 Selanjutnya, pesan dari cerita di atas yaitu kita harus menjaga agar selalu berbaik sangka (positif thinking) dan menghindari prasangka jelek (negatif thinking). Dengan berbaik sangka, kita tidak akan dengan mudah membuat kesimpulan terhadap sesuatu hal yang sejatinya kesimpulan itu tidaklah tepat. Jikalau ada sesuatu permasalahan, maka yang harus kita kedepankan adalah sikap tabayun (konfirmasi). Wallahu a’lam.

 Penulis Ketua Umum PD PGMNI KBB dan Pendidik di MTs KPM Sindangkerta.