oleh RUHIMAN
Guru di MTsN 2 Bandung Barat
Kian masifnya informasi via media sosial (medsos) memberikan ruang berkomentar yang cukup leluasa bagi para netizen. Netizen tanpa kecuali secara klasifikasi umur, jenis kelamin, kepentingan, maupun pendidikan. Informasi yang tersaji kadang-kadang tak sepenuhnya dipahami secara komprehensif.
Sesuatu yang galib bila sebuah fenomena sosial menimbulkan kontroversi. Beragam pendapat akan serta merta muncul. Hal itu jadi konten yang layak 'dijual' menjadi informasi publik. Lain hal, penyebar informasi telah sukses menguatkan eksistensi media yang dikelolanya.
Jika disaksamai --terlepas pendek atau panjangnya-- komentar warganet banyak yang berisi pendapat yang didominasi perasaan subjektif tanpa bersandar pada data faktual. Alhasil, komentar yang disampaikan dangkal dan egoistis. Namun demikian, tak nihil pula komentar yang disandarkan pada pemikiran logis dan objektif.
Perspektif seseorang akan berbeda dalam menanggapi sebuah persoalan. Begitu pun terhadap informasi dari medsos. Sebagian orang beranggapan, medsos adalah wahana bebas untuk berkomentar. Peduli amat dengan isi komentarnya. Sebagian yang lain berpikir sebaliknya. Medsos bagi mereka adalah wahana saling berbagi tanpa harus ada yang tersakiti. Tulisan dan/atau komentar yang disajikan berbanding lurus dengan iktikad bermedsos: berbagi informasi penting, menghibur, mengoreksi, menjalin persahabatan, dsb. Sehingga, interaksi yang terjalin berimplikasi konstruktif.
Perspektif (sudut pandang) merupakan sikap seseorang terhadap sebuah persoalan berdasarkan aspek tertentu: agama, pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, dsb.). Perspektif tersebut bergantung kepada beberapa faktor yang melekat pada diri seseorang: pengalaman, pendidikan, tujuan (kepentingan), dan eksistensi sosial.
Sudut pandang didasarkan pada apa dan bagaimana seseorang memandang suatu persoalan pada sebuah posisi. Sempit atau luas memandang sesuatu persoalan bertemali dengan kondisi mental yang dilandasi beberapa faktor tadi.
Ada orang yang memandang suatu persoalan dari satu sudut saja. Pandangannya cenderung fokus, tetapi aspek lain terabaikan. Di lain pihak, ada orang yang memiliki pandangan dari beberapa sudut yang saling terkait. Alhasil, cara pandangnya luas. Penyimak atau pembaca, sadar atau tidak sadar akan dibawa berpikir secara majemuk.
Cara pandang yang luas tak dimiliki semua pihak. Kenyataan itu pun terjadi pada komentar-komentar di media sosial atas permasalahan yang tersaji. Hasilnya sudah dapat ditebak. Orang yang bersikukuh dengan pandangannya yang sempit, menganggap kebenaran adalah menurut pikirannya saja. Andai pun berdiskusi dengan cara pandang yang sama, yang terjadi adalah debat kusir.
Pemahaman seseorang akan sesuatu hal berpengaruh pada cara berpikir dan bertindak. Pembelajaran, pembiasaan, pergaulan, dan pengalaman merupakan usaha yang akan membuat wawasan seseorang bertambah luas. Kesadaran akan hal demikian, dimiliki oleh orang-orang yang mau belajar; selalu menempatkan bibir di belakang pemikirannya.
Realita kini bahwa teknologi merupakan sebuah kebutuhan. Medsos dengan teknologi sebagai mesin penjalannya, menjadi wahana eksistensi seseorang atau sekelompok orang. Bagaimana medsos membawa pengaruh positif atau sebaliknya, akan bergantung pada tujuan dan karakteristik penggunanya.
Akhirnya, berkomentar panjang lebar atas sebuah persoalan, tak lantas akan dianggap sebagai orang yang cerdas berpendapat. Pun sebaliknya, berkomentar pendek tak berarti tak memahami persoalan. Yang membedakan kedua kegiatan itu adalah substansi pesan dan kebermanfaatan tanpa bertendensi perasaan sesaat dan kepentingan pribadi.**
_dénSu_