MADRASAH TIDAK PUNYA 'ADDED VALUE' ADALAH ‘KEGAGALAN’

Lima budaya kerja (Integritas, Profesional, Inovasi, Tanggung jawab, dan Keteladanan) yang digulirkan Menteri Agama beberapa waktu lalu merupakan upaya perubahan dalam rangka Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Agama. Kelima nilai budaya kerja tersebut harus benar-benar menjadi pemicu sekaligus standar perilaku bagi semua jajaran Kementerian Agama, termasuk di kalangan praktisi pendidikan di Madrasah.

Hal ini dikemukakan oleh Pelaksana harian (Plh) Kepala Kementerian Agama Kabupaten Bandung Barat, Drs. H.E. Nadzier Wiriadinata, M.M.Pd., dalam rangkaian acara Koordinasi dan Sosialisasi Peningkatan Mutu Layanan Administrasi Madrasah di Lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Bandung Barat bertempat di Aula Kemenag KBB Padalarang (30/3).

“Madrasah adalah sekolah yang mempunyai nilai tambah yang luar biasa yaitu nilai-nilai agama. Inilah added value kita,” jelasnya mengingatkan peserta yang merupakan perwakilan dari seluruh madrasah  di Kabupaten Bandung Barat.

Madrasahna sae, tapi SDM gurunya memble, apa yang diharapkan? Tapi walaupun sekolahnya sederhana tapi ditunjang dengan SDM guru yang berkualitas, maka akan melahirkan output yang berkompeten dan berdaya saing,” tambahnya.

“Melalui 5 budaya kerja ini, seluruh SDM di madrasah, harus mampu mengukur diri untuk terus meningkatkan kinerja dan dedikasinya sesuai dengan bidang masing-masing. Madrasah harus mampu membangun moralitas yang menjadi acuan dan langkahnya dalam menjalankan tugas,’ lanjutnya.

“Setiap guru juga harus mampu memaknai setiap langkah dalam kerjanya. Sebab jika tidak,  maka kita tidak akan pernah mampu membangun madrasah menjadi lebih baik. Sikap inilah yang akan mendorong dirinya untuk terus meningkatkan diri,” tukasnya.

“Keteladanan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai agama di madrasah harus lebih dikedepankan. Karena nilai agama inilah yang akan membersihkan hati kita. Hati kita harus bersih dan bersinar. Sebab jika hati kita sudah terganggu, maka gelap jadinya. Efeknya akan sangat komplek. Mulai dari hilangnya kenikmatan dalam hidup, seperti tidak enak makan, susah tidur, dan juga sulit berkonsentrasi,” paparnya tentang pentingnya membersihkan hati dari rongrongan dan sikap negatif yang seringkali dikedepankan oleh para personil madrasah berkenaan dengan beragam hal yang berkaitan dengan ketidakpuasan mereka atas kebijakan Kemenag ataupun permasalahan lainnya.

“Jika personil madrasah sudah gelap hatinya, maka madrasah tersebut akan sangat sulit diharapkan untuk bisa maju dan berkembang. Madrasah yang tidak mempunyai added value adalah kegagalan,” ungkapnya seraya menutup seluruh rangkaian kegiatan tersebut. ***Nuris***