Hari Santri Nasional tidak hanya diperingati dengan meriahnya kirab atau iring-iringan pawai melainkan juga harus diisi dengan cara mengisi kehidupan berbangsa yang positif dan produktif, demikian disampaikan H. Agus Mulyadi, M.Si. di PP Al-Mukthtariyah Rajamandala saat memberikan sambutan atas nama Kepala Kementerian Agama Kab. Bandung Barat, minggu (23/10).
Kegiatan yang diikuti oleh para santri/siswa-siswi MTs Almukhtariyah Pondok Pesantren Al-Mukhtariyah, kaum Nahdliyyin, Muslimat NU, Ansor, Fatayat, IPNU, IPPNU, serta Banser tersebut dihadiri pula oleh Wakil Bupati, Ketua MUI, Ketua Aliansi Ormas Islam/Rois Syuriah PCNU, Koramil baru, Kepala KUA Cipatat H. Hendi Suhendi, MM.
Santri merupakan representasi bangsa pribumi dari kalangan pesantren yang sangat berjasa membawa bangsa ini menegakkan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad 22 Oktober yang dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Istilah santri memang asli dari Indonesia.
Santri harus mampu menjadi tulang punggung harapan bangsa serta menghadirkan karya dan kreasi positif untuk negeri ini. Karenanya, Kementerian Agama KBB, melalui leading sektor Seksi PAKIS dan Seksi Madrasah telah bahu membahu membina santri yang ada di pesantren dan madrasah dengan kurikulum dari Kementerian Agama. Mereka didorong untuk maju bukan hanya dalam bidang keagamaan atau hanya mendalami kitab kuning saja, tetapi juga dibidang sains, olahraga, seni dan lainnya. Terbukti dibeberapa event santri dan siswa Madrasah Kabupaten Bandung Barat berhasil meraih prestasi.
H. Agus Mulyadi yang juga menjabat sebagai Ketua PCNU Kabupaten Bandung Barat, menambahkan bahwa Santri harus peka terhadap perkembangan zaman, tidak boleh picik, berpikiran kolot. Seperti dalam kaidah “Taswirul Afkar” (kebangkitan pemikiran). Jika tidak bisa membuka pikiran positif dari kemajuan zaman – maka akan ketinggalan. Tidak boleh menjelekan sepenuhnya perkembangan IT, dan juga tidak boleh sepenuhnya menerima perkembangan Tehnologi. Ambil hal positifnya – buang yang negatifnya. “Menjaga nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang baik pula”. Itu berarti santri harus mampu mengimbangi pendidikan keagamaan dengan mengikuti perkembangan kemajuan zaman. Ambil kemajuan dari manapun datangnya, entah dari media informasi dalam negeri atau luar negeri – selama itu baik untuk kemashlahatan dan budaya Indoneseia.
Bidang lain yang mesti santri miliki adalah bidang ekonomi. Sejarah mencatat KH. Wahab Hasbullah mengelorakan “Nahdlatut Tujjar” yakni kebangkitan saudagar/pedagang. Saat ini kita harus berjuang mengisi kemerdekaan dengan jihad melawan kemalasan, berjuang dengan fisik, tenaga, pikiran dan kemampuan kita lainnya yang mashlahat . Saprudin