Kegiatan Asesmen Kompetensi Guru, Kepala, dan Pengawas Madrasah (AKG, AKK, AKP) telah selesai dilaksanakan. Kegiatan yang dilangsungkan dari tanggal 19 – 23 November 2020 tersebut melibatkan lebih dari 400 ribu peserta se-Indonesia yang terdiri atas unsur guru, kepala, dan pengawas (MI, MTs, dan MA).
Kegiatan ini sebagaimana tertera pada Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4446 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Asesmen Kompetensi Guru, Kepala, dan Pengawas Madrasah, secara eksplisit bertujuan: (1) memperoleh informasi tentang gambaran umum kompetensi guru, kepala, dan pengawas madrasah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan; (2) mendapatkan peta sebaran dan kompetensi guru, kepala dan pengawas madrasah sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis pembinaan profesional guru, kepala dan pengawas madrasah dalam Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB); dan (3) tersusunnya instrumen asesmen kompetensi guru, kepala dan pengawas madrasah yang akan dijadikan rapor kompetensi sebagai acuan kepada semua pihak terkait dalam menyusun kebijakan pengembangan keprofesionalan guru, kepala dan pengawas madrasah. Secara umum, tujuan tersebut merupakan pengejawantahan program peningkatkan mutu Pendidikan Islam melalui peningkatan mutu guru, kepala madrasah, dan tenaga kependidikan yang dimplementasikan pada peningkatan mutu pembelajaran di madrasah.
Ada ekspektasi logis bagi saya –sebagai seorang guru-- berkenaan kegiatan ini. AKG khususnya. Konsekuensi sebagai guru profesional sesuai mata pelajaran yang diampu bukan melulu nilai material yang didapat saja sebagai kompensasinya. Namun, lebih penting dan substansial daripada itu, adalah penerjemahan aspek-aspek yang perlu dikuasai dan terus dikembangkan menyangkut akademis, profesional, kepribadian, dan sosial sebagai tuntutan sebuah komitmen. Parameternya, kegiatan evaluasi secara berkala dan kontinu
Patut disadari, bahwa keberadaan madrasah kini di mata masyarakat lambat laun telah menghilangkan kesan sebagai lembaga ekslusif yang melulu berkutat pada pembelajaran agama. Timbal baliknya, mesti ada keseriusan dari berbagai pihak yang terkait untuk menjawab kepercayaan masyarakat itu melalui tata kelola yang lebih baik. Dan, guru adalah salah satu unsur di dalamnya.
Paradoks yang menyatakan, “bila guru-gurunya bagus, sekolah akan bagus”, tampaknya logis. Insan-insannyalah yang paling menentukan warna dan kualitas lembaga pendidikan. Adapun bangunan atau fasilitas lainnya adalah komponen penunjangnya. Guru merupakan komponen pendidikan yang dinamis karena tindakannya akan mengubah komponen yang lainnya.
Kembali pada kegiatan AKG, ini merupakan akses untuk memotret guru madrasah. Meskipun bukan asesmen komprehensif, setidaknya hasilnya bisa menjadi sebuah titik tolak untuk menentukan apa dan bagaimana tindakan selanjutnya. Seperti halnya di beberapa negara yang kualitas pendidikannya lebih baik daripada di negara kita, kegiatan macam ini merupakan agenda terencana secara berkala untuk treatment berikutnya. Tentu, dengan tujuan yang tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan terhadap guru madrasah saat ini.
Perkembangan IPTEK yang melaju begitu cepat telah dengan cepat pula memangkas sekat-sekat yang membatasi wilayah-wilayah di muka bumi ini (globalisasi). Dampaknya, kita maklumi bersama. Arus informasi yang deras melebihi dari apa yang kita butuhkan. Peran dan fungsi guru madrasah dalam memaknai situasi dan kondisi ini akan sangat signifikan. Kesiapan dan kemampuan akan hal itu adalah keniscayaan.
Madrasah dengan kekhasan pelajaran agama Islam adalah benteng-benteng tangguh bagi dampak negatif era ini. Namun, sisi lainnya juga menjadi lembaga yang harus cerdas terhadap anak kandung yang lahir dari rahim era ini, yakni teknologi. Sekali lagi, itu dimanifestasikan lewat peran dan fungsi guru madrasah yang kompeten mengelola pembelajaran yang bermakna bagi anak didiknya. Bila hal itu dapat terwujud, bukan lagi isapan jempol madrasah akan mampu menjadi ikon pendidikan di Indonesia yang siap menghadapi tuntutan zaman dengan keluasan ilmu pengetahuan yang dilandasi nilai-nilai Islami yang holistik.
Agak disayangkan kegiatan AKG ini tidak mengikutsertakan seluruh guru mata pelajaran yang ada di madrasah. Ke depan, semoga bisa melibatkan seluruh guru madrasah dan dapat dilaksanakan secara periodik, sehingga pemetaan kompetensi yang didapat lebih jelas sehingga tindakan Selanjutnya lebih terarah. Selain itu, kesan dikotomi antara pelajaran umum dan pelajaran agama sehingga seolah-olah ada pelajaran utama (penting) dan tidak penting, tak akan muncul.
Terlepas dari apa pun iktikad menjadi guru madrasah, ini sebuah amanat mulia yang perlu disikapi dengan aksi nyata sebagai entitas sebuah pengabdian dan tanggung jawab. Mengetahui, memahami, dan meningkatkan kompetensi adalah kebutuhan guru –jika terlalu berat disebut kewajiban— sebagai modal untuk mewarnai dan mengendalikan kehidupan yang makin dinamis ini.
Optimistis yang perlu terus kita jaga harus bersinergi dengan komponen lainnya (pemerintah, masyarakat) sehingga generasi selanjutnya adalah mereka yang telah kita tanamkan pondasi yang kuat lewat pendidikan yang seimbang antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi. Guru pada satu pihak memberikan pelayanan terbaik dengan mengharmonikan idealisme dan tuntutan zaman. Pihak-pihak lainnya berkontribusi bagi kelayakan kehidupan guru dan masa depan madrasah sebagai lembaga pencetak generasi yang bener, pinter, cageur, dan parigel. Insya Allah.
Oleh : Ruhiman, M.Pd. ( Pendidik di MTsN 2 Bandung Barat )