(1) Satu saat kusaksikan seorang lelaki berpenampilan rapi, bersih, dan wangi duduk di kursi depan sebuah mobil mewah. Beberapa kali ia membetulkan posisi kaca matanya. Sesaat berlalu dia memejamkan matanya. Kemudian turun melihat-lihat keadaan sekeliling. Entah apa yang dicarinya. Namun tak lama. Pandangannya nanar di belakang kaca mobil yang mempertontonkan pelbagai kesibukan kota ini. Dadanya membusung; mengeluarkan helaan napas panjang. Kepalanya mengangguk-angguk pelan menikmati alunan musik. Aku bergeming.
(2) Pada waktu itu temanku bercerita. Ada lelaki tua berjalan menyusuri trotoar; bertelanjang kaki. Pakaiannya kumal. Mulutnya bergumam; bersenandung lirik sebuah lagu. Oh, ya… syair puja-puji kepada Sang Pemilik Semesta. Senyumnya selalu terkembang saat melewati orang-orang. Kantung plastik bawaanya terisi setengahnya. Isinya barang-barang buangan. Dengan hantaran angin yang pelan, ia sambut rasa kantuk yang datang. Di bawah daun ketapang, perutnya berbunyi. Ia nikmati mimpi tanpa batas. Temanku tertawa.
(3) Obrolan kami terhenti. Sang lelaki menyalakan mobil. Pundaknya disandari mesra perempuan berambut panjang. Sang lelaki tampak tak acuh dengan kehadirannya. Temanku melanjutkan ceritanya. Katanya, setelah bangun, si lelaki tua terlihat tenang. Badannya menggeliat. Dari saku celananya dia dapati selembar uang lusuh. Perempuan tua di pinggir jalan tampak senang dengan pemberian lelaki itu. Temanku terus menatap lelaki itu. Sampai pada sebuah jalan berbelok, temanku hanya menerka-nerka, ke mana lelaki itu hendak pergi. Hanya awan di angkasa yang mengetahuinya.
(4) Kami menatap mobil yang makin menjauh. Mobil melaju pelan. Beberapa menit Selanjutnya, mobil telah berbaur dengan kendaraan lainnya.
Menambah kencang denyut kehidupan kota. Jalanan makin gempita dengan kesesakkan. Kami saling pandang.
oleh: Ruhiman, M.Pd.
Guru Bahasa Indonesia di MTsN 2 Bandung Barat